MANUSIA PURBA
NAMA : DWI LARASATI
NPM : 12215043
KELAS : 3EA19
Manusia
Purba
Manusia yang hidup pada zaman praaksara
(prasejarah) disebut manusia purba.
Tanah air kita sudah dihuni manusia sejak jutaan tahun yang lalu.
Fosil-fosil manusia purba banyak ditemukan di Indonesia yaitu sejak jutaan
tahun yang lalu terutama di Pulau Jawa. Manusia purba adalah manusia penghuni
bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan.
Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Fosil adalah
sisa-sisa organisme (manusia, hewan, dan tumbuhan) yang telah membatu yang
tertimbun di dalam tanah dalam waktu yang sangat lama. Sedangkan artefak adalah peninggalan masa
lampau berupa alat kehidupan/hasil budaya yang terbuat dari batu, tulang, kayu
dan logam. Cara hidup mereka masih sangat sederhana dan masih sangat bergantung
pada alam. Jenis-jenis manusia purba dibedakan dari zamannya yaitu :
1.Zaman
Palaeolitikum artinya zaman batu tua. Zaman ini ditandai dengan penggunaan
perkakas yang bentuknya sangat sederhana dan primitif. Ciri-ciri kehidupan
manusia pada zaman ini, yaitu hidup berkelompok; tinggal di sekitar aliran
sungai, gua, atau di atas pohon; dan mengandalkan makanan dari alam dengan cara
mengumpulkan (food gathering) serta berburu. Maka dari itu, manusia purba
selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain (nomaden) belum
tahu bercocok tanam. Pada zaman ini alat-alatnya terbuat dari batu yang masih
kasar dan belum dihaluskan. Contoh alat-alat tersebut adalah :
• Kapak Genggam, banyak ditemukan di daerah
Pacitan. Alat ini biasanya disebut "Chopper" (alat penetak/pemotong)
• Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk
rusa : alat penusuk (belati), ujung tombak bergerigi
• Flakes, yaitu alat-alat kecil yang terbuat
dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk mengupas makanan. Alat-alat
dari tulang dan Flakes, termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kegunaan alat-alat
ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan
buah-buahan. Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan
Paleolithikum tersebut dapat dikelompokan menjadi kebudayaan Pacitan dan
Ngandong.
2. Zaman Mezolitikum artinya zaman batu madya
(mezo) atau pertengahan.
Zaman ini
disebut pula zaman "mengumpulkan makanan (food gathering) tingkat
lanjut", yang dimulai pada akhir zaman es, sekitar 10.000 tahun yang
lampau. Para ahli memperkirakan manusia yang hidup pada zaman ini adalah bangsa
Melanesoide yang merupakan nenek moyang orang Papua, Semang, Aeta, Sakai, dan
Aborigin. Sama dengan zaman palaeolitikum, manusia zaman mezolitikum
mendapatkan makanan dengan cara berburu dan menangkap ikan. Mereka tinggal di
gua-gua di bawah bukit karang (abris souche roche), tepi pantai, dan ceruk pegunungan.
Gua abris souche roche menyerupai ceruk untuk dapat melindungi diri dari panas
dan hujan.
Hasil
peninggalan budaya manusia pada masa itu adalah berupa alat-alat kesenian yang
ditemukan di gua-gua dan coretan (atau lukisan) pada dinding gua, seperti di
gua Leang-leang, Sulawesi Selatan, yang ditemukan oleh Ny. Heeren Palm pada
1950. Van Stein Callenfels menemukan alat-alat tajam berupa mata panah, flakes,
serta batu penggiling di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo, dan Madiun. Selain
itu, hasil peninggalannya ditemukan di tempat sampah berupa dapur kulit kerang
dan siput setinggi 7 meter di sepanjang pantai timur Sumatera yang disebut
kjokkenmoddinger. Peralatan yang ditemukan di tempat itu adalah kapak genggam
Sumatera, pabble culture, dan alat berburu dari tulang hewan.
3. Zaman Neolitikum artinya zaman batu muda. Di
Indonesia, zaman Neolitikum
dimulai
sekitar 1.500 SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah mengalami
perubahan pesat, dari cara food gathering menjadi food producing, yaitu dengan
cara bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada masa itu manusia sudah mulai
menetap di rumah panggung untuk menghindari bahaya binatang buas.
Manusia pada
masa Neolitikum ini pun telah mulai membuat lumbung-lumbung guna menyimpan
persediaan padi dan gabah. Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih bisa
dilihat di Lebak, Banten. Masyarakat Baduy di sana begitu menghargai padi yang
dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak perlu membeli beras dari pihak
luar karena menjualbelikan padi dilarang secara hukum adat. Mereka rupanya
telah mempraktikkan swasembada pangan sejak zaman nenek moyang. Pada zaman ini,
manusia purba Indonesia telah mengenal dua jenis peralatan, yakni beliung
persegi dan kapak lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia bagian Barat,
diperkirakan budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang berimigrasi
ke Laos dan selanjutnya ke Kepulauan Indonesia. Kapak lonjong tersebar di
Indonesia bagian timur yang didatangkan dari Jepang, kemudian menyebar ke
Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku, Irian dan kepulauan Melanesia. Contoh
dari kapak persegi adalah yang ditemukan di Bengkulu, terbuat dari batu
kalsedon yang digunakan sebagai benda pelengkap upacara atau bekal kubur.
Sedangkan kapak lonjong yang ditemukan di Klungkung, Bali, terbuat dari batu
agats yang digunakan dalam upacara-upacara terhadap roh leluhur. Selain itu
ditemukan pula sebuah kendi yang dibuat dari tanah liat berasal dari Sumba,
Nusa Tenggara Timur. Kendi ini digunakan sebagai bekal kubur.
4. Zaman Megalitikum artinya zaman batu
besar. Pada zaman ini manusia sudah
mengenal
kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh
nenek moyang (leluhur) yang mendiami benda-benda, seperti pohon, batu, sungai,
gunung, senjata tajam. Sedangkan dinamisme adalah bentuk kepercayaan bahwa
segala sesuatu memiliki kekuatan atau tenaga gaib yang dapat memengaruhi
terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan manusia. Dari hasil
peninggalannya, diperkirakan manusia pada Zaman Megalitikum ini sudah mengenal
bentuk kepercayaan rohaniah, yaitu dengan cara memperlakukan orang yang
meninggal dengan diperlakukan secara baik sebagai bentuk penghormatan.
Adanya
kepercayaan manusia purba terhadap kekuatan alam dan makhluk halus dapat dilihat
dari penemuan bangunan-bangunan kepercayaan primitif. Peninggalan yang bersifat
rohaniah pada era Megalitikum ini ditemukan di Nias, Sumba, Flores, Sumatera
Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan, dalam bentuk menhir, dolmen,
sarkofagus, kuburan batu, punden berundakundak, serta arca. Menhir adalah tugu
batu sebagai tempat pemujaan; dolmen adalah meja batu untuk menaruh sesaji;
sarkopagus adalah bangunan berbentuk lesung yang menyerupai peti mati; kuburan
batu adalah lempeng batu yang disusun untuk mengubur mayat; punden berundak
adalah bangunan bertingkat-tingkat sebagai tempat pemujaan; sedangkan arca
adalah perwujudan dari subjek pemujaan yang menyerupai manusia atau hewan.
5. Zaman Logam
Pada zaman
Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari
batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat
yang diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan
cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang
disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam
masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan.
Zaman logam ini dibagi atas:
• Zaman Perunggu
Manusia purba
Indonesia hanya mengalami zaman perunggu tanpa melalui zaman tembaga.
Kebudayaan Zaman Perunggu merupakan hasil asimilasi dari antara masyarakat asli
Indonesia (Proto Melayu) dengan bangsa Mongoloid yang membentuk ras Deutero
Melayu (Melayu Muda). Disebut zaman perunggu karena pada masa ini manusianya
telah memiliki kepandaian dalam melebur perunggu. Di kawasan Asia Tenggara,
penggunaan logam dimulai sekitar tahun 3000-2000 SM. Masa penggunaan logam,
perunggu, maupun besi dalam kehidupan manusia purba di Indonesia disebut masa Perundagian.
Alat-alat besi yang banyak ditemukan di Indonesia berupa alat-alat keperluan
sehari-hari, seperti pisau, sabit, mata kapak, pedang, dan mata tombak.
Pembuatan
alat-alat besi memerlukan teknik dan keterampilan khusus yang hanya mungkin
dimiliki oleh sebagian anggota masyarakat, yakni golongan undagi. Di luar
Indonesia, berdasarkan bukti-bukti arkeologis, sebelum manusia menggunakan
logam besi mereka telah mengenal logam tembaga dan perunggu terlebih dahulu.
Mengolah bijih menjadi logam lebih mudah untuk tembaga dari pada besi.
• Zaman Besi
Pada zaman
ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat
yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan
tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat
tinggi, yaitu ±3500 °C.
Alat-alat
besi yang dihasilkan antara lain: mata kapak bertungkai kayu, mata pisau, mata
sabit, mata pedang, cangkul. Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul
(Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur)
2.2
Jenis-Jenis Manusia Purba
Ada beberapa jenis manusia purba yang
ditemukan di wilayah Indonesia adalah sebagai berikut :
1.
Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus paleojavanicus berasal
dari kata-kata; Megan artinya besar, Anthropus artinya manusia, Paleo berarti
tua, Javanicus artinya dari Jawa. Jadi bisa disimpulkan bahwa Meganthropus
paleojavanicus adalah manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa. Fosil
manusia purba ini ditemukan di daerah Sangiran, Jawa tengah antara tahun
1936-1941 oleh seorang peneliti Belanda bernama Von Koeningswald. Fosil
tersebut tidak ditemukan dalam keadaan lengkap, melainkan hanya berupa beberapa
bagian tengkorak, rahang bawah, serta gigi-gigi yang telah lepas. Fosil yang ditemukan
di Sangiran ini diperkirakan telah berumur 1-2 Juta tahun.
Ciri-Ciri
Meganthropus paleojavanicus :
• Mempunyai tonjolan tajam di belakang
kepala.
• Bertulang pipi tebal dengan tonjolan
kening yang mencolok.
• Tidak mempunyai dagu, sehingga lebih
menyerupai kera.
• Mempunyai otot kunyah, gigi, dan rahang
yang besar dan kuat.
• Makanannya berupa daging dan
tumbuh-tumbuhan.
2. Pithecanthropus
Fosil manusia purba jenis Pithecanthrophus
adalah jenis fosil manusia purba yang paling banyak ditemukan di Indonesia.
Pithecanthropus sendiri berarti manusia kera yang berjalan tegak. Fosil
Pithecanthropus berasal dari Pleistosen lapisan bawah dan tengah. Mereka hidup
dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan Mereka sudah memakan segala,
tetapi makanannya belum dimasak. Terdapat tiga jenis manusia Pithecanthropus
yang ditemukan di Indonesia, yaitu Pithecanthrophus erectus, Pithecanthropus
mojokertensis, dan Pithecanthropus soloensis. Berdasarkan pengukuran umur
lapisan tanah, fosil Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia mempunyai umur
yang bervariasi, yaitu antara 30.000 sampai 1 juta tahun yang lalu.
1. Pithecanthropus erectus, ditemukan oleh
Eugene Dubois pada tahun 1891 di sekitar lembah sungai Bengawan Solo, Trinil,
Jawa Tengah. Mereka hidup sekitar
satu juta
sampai satu setengah juta tahun yang lalu. Pithecanthropus Erectus berjalan
tegak dengan badan yang tegap dan alat pengunyah yang kuat. Volume otak
Pithecanthropus mencapai 900 cc. Volume otak manusia modern lebih dari 1000 cc,
sedangkan volume otak kera hanya 600 cc. (Pithecanthropus erectus)
2. Pithecanthropus mojokertensis, disebut juga
dengan Pithecanthropus robustus. Fosil manusia purba ini ditemukan oleh Von
Koeningswald pada tahun 1936 di Mojokerto, Jawa Timur. Temuan tersebut berupa
fosil anak-anak berusia sekitar 5 tahun. Makhluk ini diperkirakan hidup sekitar
2,5 sampai 2,25 juta tahun yang lalu. Pithecanthropus Mojokertensis berbadan
tegap, mukanya menonjol ke depan dengan kening yang tebal dan tulang pipi yang
kuat.
3. Pithecanthropus soloensis, ditemukan di dua
tempat terpisah oleh Von Koeningswald dan Oppernoorth di Ngandong dan Sangiran
antara tahun 1931-1933. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak dan juga tulang
kering.
Ciri-ciri
Pithecanthropus :
• Memiliki tinggi tubuh antara 165-180 cm.
• Badan tegap, namun tidak setegap
Meganthrophus.
• Volume otak berkisar antara 750 – 1350
cc.
• Tonjolan kening tebal dan melintang
sepanjang pelipis.
• Hidung lebar dan tidak berdagu.
• Mempunyai rahang yang kuat dan geraham
yang besar.
• Makanan berupa tumbuhan dan daging hewan
buruan
DAFTAR
PUSTAKA
Djaja,
Wahjudi, dkk. 2014. Sejarah Indonesia. Klaten: Intan Pariwara.Gunawan, Restu,
dkk. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.Penemuan Manusia Purba di Indonesia. (online).
(http://www.eyuana.com/2014/10/ penemuan-manusia-purba-di-indonesia_4.html,
diakses tanggal 11 September 2015).
Komentar
Posting Komentar